Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi angka inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan.
"Hari ini rupiah diperkirakan masih akan melanjutkan penguatan terhadap dolar AS, dipengaruhi oleh sentimen global yang positif, yaitu angka inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan pasar, sehingga memberikan optimis atas penurunan suku bunga oleh The Fed," ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Mengutip Xinhua, inflasi di AS sedikit meningkat pada Mei 2025 dengan Consumer Price Index (CPI) naik 2,4 year on year (yoy) dari April 2025 sebesar 2,3 persen. Kenaikan tersebut sedikit di bawah ekspektasi ekonom sebesar 2,5 persen.
Inflasi inti (core inflation) juga naik 2,8 persen yoy, tetapi di bawah proyeksi 2,9 persen.
Rilis data CPI kemudian direspons cepat oleh Presiden AS Donald Trump yang menyerukan The Fed untuk memangkas suku bunga sebesar 1 persen.
"Angka inflasi AS di bawah perkiraan dikarenakan dampak kenaikan harga akibat tarif barang impor masih ditanggung oleh produsen AS dan juga stock yang masih berlimpah," ucap Rully.
Adapun faktor dari domestik ialah laporan keyakinan konsumen dari Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan lebih baik dibanding sebelumnya dapat menguatkan kurs rupiah.
"Faktor yg mempengaruhi membaiknya keyakinan konsumen di antaranya stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dan peningkatan jumlah uang beredar. Perkiraan indeksnya naik jadi 123 per bulan Mei," kata dia.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis pagi di Jakarta menguat sebesar 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp16.252 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.260 per dolar AS.